afaktor-faktor keracunan tanaman pada ternak.
1. Faktor Tanaman
· Perlu mengetahui jenis-jenis tanaman yang terdapat disekitar lokasi yang memungkinkan timbulnya keracunan tanaman.
· Beberapa bagian tertentu dari tanaman mungkin sangat toksik, sedangkan bagian lainnya tidak toksik.
· Tanaman muda mungkin beracun, sedangkan yang dewasa tidak beracun.
2. Faktor Hewan
· Tanaman mungkin bersifat toksik bagi ruminansia karena metabolisme rumen, tetapi tidak toksik bagi monogastrik seperti kuda dan babi.
· Hewan dengan kondisi buruk biasanya lebih peka terhadap keracunan daripada hewan yang diberi pakan yang baik.
· Hewan yang kelaparan mungkin terpaksa mengkonsumsi tanaman beracun yang bersifat unpalatable.
· Pada tempat-tempat baru (asing) dapat menyebabkan hewan tidak memilih jenis tanaman yang akan dikonsumsi oleh hewan.
3. Faktor Lingkungan
· Beberapa tanaman beracun akan tumbuh dengan baik pada musim tertentu.
· Pada kondisi berawan dengan sedikit hujan akan merangsang toksisitas berbagai jenis tanaman yang mengandung cyanogenic glycoside.
· Tanaman yang tumbuh pada tanah mengandung nitrogen tinggi sering mengandung nitrat yang tinggi.
· Tanaman yang tumbuh pada tanah mengandung selenium tinggi dapat mengandung selenium yang bersifat toksik bagi ternak.
Fotosensitisasi
Banyak kasus keracunan tanaman pada hewan domestik ditandai dengan fotosensitisasi. Fotosensitisasi adalah gejala dermatitis dan/atau konjungtivitis dan/atau cutaneous hyperesthesia yang berkembang pada hewan yang terpapar oleh cahaya matahari.
Fotosensitivitas berarti peningkatan kepekaan terhadap sinar matahari secara berlebihan yang disebabkan oleh deposisi molekul yang mampu mengabsorbsi gelombang matahari pada kulit.
Fotosensitivitas berarti peningkatan kepekaan terhadap sinar matahari secara berlebihan yang disebabkan oleh deposisi molekul yang mampu mengabsorbsi gelombang matahari pada kulit.
o Mekanisme fotosensitisasi
Fotosensitisasi dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:
1. Setelah absorpsi radiasi sinar matahari, molekul sensitisasi mengalami perubahan panjang gelombang menjadi molekul triplet. Molekul sensitisasi triplet kemudian berinteraksi dengan molekul lain melalui hidrogen atau proses transfer elektron untuk menghasilkan radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal bebas tersebut kemudian bereaksi dengan oksigen atau molekul lain, atau melalui transfer energi secara langsung kepada molekul oksigen yang menghasilkan oksigen tunggal dan kemudian dapat mengoksidasi substrat yang peka. Proses ini lebih sering terjadi dan porphyrin merupakan penyebab fotosensitisasi.
2. Penyimpanan senyawa kimia fotosensitisasi umumnya terjadi pada sel endothelial dari kapiler dermis dan dalam hal tertentu adalah sel mast dermis. Beberapa senyawa aktif mungkin berikatan hanya pada membran permukaan kapiler, sedangkan lainnya diabsorbsi ke dalam sel yang akan menyimpan senyawa aktif tersebut di dalam lysosomes. Melalui absorbsi cahaya dengan penjang gelombang yang tepat oleh endothelium kapiler yang terdapat di dalam lapisan luar dermis, maka kerusakan sel umumnya terjadi melalui pelepasan enzim proteolitik dari lysosomes. Akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis sel, oklusi vaskuler dan inflamasi akut. Bila penetrasi pada epidermis oleh radiasi dicegah baik oleh ketebalan kulit, bulu penutup atau pigementasi seperti kulit hitam, maka fostosensitisasi tidak akan terjadi.
3. Kadang-kadang fotosensitisasi harus didiferensiasi dari dermatitis (sunburn) sederhana. Dematitis sederhana tersebut merupakan reaksi normal kulit yang tidak terlindungi, tidak berpigmentasi terpapar oleh cahaya matahari, dan disebabkan oleh radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang yang pendek (320 nm).
o Klasifikasi fotosensitisasi
Fotosensitisasi diklasifikasikan menjadi:
1. Fotosensitisasi primer (Tipe I) – langsung dari racun tanaman.
Fotosensitisasi primer. Beberapa tanaman mengandung senyawa fluoresen yang berpotensi merangsang pigmen, setelah absorpsi dari lambung masuk ke dalam aliran darah portal, dan tidak dikeluarkan secara sempurna oleh hati, tetapi tetap berada di dalam sirkulasi peripferal dan mencapai kapiler kulit.
Tanaman tersebut meliputi:
Tanaman tersebut meliputi:
- Fagopyrum esculentum (boekweit, buckweat) – mengandung pigmen helianthrone.
- Seledri – mengandung furocoumarin.
- Phenothiazine – berubah menjadi phenothizine sulphoxide di dalam rumen, kemudian menjadi phenothiazone di dalam hati.
2. Fotosesitisasi sekunder atau hepatogenus (Tipe II) – akibat dari metabolit racun.
Fotosensitisasi sekunder atau hepatogenus. Kebanyakan fotosensitisasi pada hewan domestik bukan fotosensitisasi primer tetapi bersifat sekunder terhadap kerusakan hati. Banyak tanaman dapat menimbulkan kerusakan jaringan hati dan sebagai akibatnya fotosensitisasi merupakan gejala klinis dari keracunan tanaman.
Senyawaan fotosensitisasi tersebut adalah phylloerythrin. Phylloerythrin berasal dari chlorophyll melalui proses mikroba di dalam saluran pencernaan. Pigmennya merupakan porphyrin fluorescent.
Senyawa ini diserab kedalam darah portal dan dikeluarkan oleh hati untuk diekskresikan ke dalam empedu, yang merupakan sirkulasi enterohepatik. Salah satu gambaran kerusakan sel hati adalah ketidak mampuan dalam mengambil phylloerythrin dari darah sinusoid dan mengeluarkannya ke dalam empedu.
Phylloerythrin yang beredar di dalam darah perifer secara tidak langsung diekskresikan melalui urin sebagai porphyrin endogenous yang mengandung berbagai kelompok hydrofilik, dan hal ini juga meningkatkan potensi fotosensitisasinya
Senyawaan fotosensitisasi tersebut adalah phylloerythrin. Phylloerythrin berasal dari chlorophyll melalui proses mikroba di dalam saluran pencernaan. Pigmennya merupakan porphyrin fluorescent.
Senyawa ini diserab kedalam darah portal dan dikeluarkan oleh hati untuk diekskresikan ke dalam empedu, yang merupakan sirkulasi enterohepatik. Salah satu gambaran kerusakan sel hati adalah ketidak mampuan dalam mengambil phylloerythrin dari darah sinusoid dan mengeluarkannya ke dalam empedu.
Phylloerythrin yang beredar di dalam darah perifer secara tidak langsung diekskresikan melalui urin sebagai porphyrin endogenous yang mengandung berbagai kelompok hydrofilik, dan hal ini juga meningkatkan potensi fotosensitisasinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar